DPRD Bantul Beberkan Penyebab PAD Pariwisata Bantul Jeblok
Senja mulai menyapa Pantai Parangtritis, namun suasana sepinya masih terasa. Hanya segelintir wisatawan yang terlihat, menggambarkan tantangan berat yang dihadapi pariwisata Bantul. Pemandangan ini adalah cerita lain dari angka capaian PAD sektor wisata yang masih jauh dari target, sebuah realita yang membuat pemangku kepentingan harus berpikir keras.
Ringkasan Artikel:
- Realitas PAD sektor pariwisata Bantul yang masih jauh dari target tahun ini.
- Berbagai kendala teknis dan global yang mempengaruhi kunjungan wisatawan.
- Upaya dan harapan yang disiapkan untuk menyambut momentum akhir tahun.
- Perlunya pergeseran pola dan pengawasan ketat untuk masa depan pariwisata.
Realita PAD Pariwisata Bantul yang Masuk Angin
Pariwisata Bantul seakan masih belum bisa bangkit sepenuhnya. Hingga awal Oktober 2025, Pendapatan Asli Daerah dari sektor andalan ini baru menyentuh angka Rp20,5 miliar. Angka ini sangat timpang jika dibandingkan dengan target yang dicanangkan, yaitu Rp49 miliar.
Kondisi ini tidak hanya menjadi persoalan di Bantul. Banyak daerah lain juga merasakan kelesuan yang sama. Penurunan kunjungan wisata, terutama dari rombongan studi tour sekolah, menjadi salah satu pemicu utama. Larangan berwisata ke luar daerah membuat arus kunjungan pelajar menyusut drastis.
Keterbatasan anggaran juga berdampak pada pembatalan beberapa event wisata yang seharusnya digelar. Padahal, event-event semacam itu adalah napas segar untuk mempromosikan destinasi dan menarik minat wisatawan baru ke Bantul.
Suara dari DPRD dan Dispar Soal Kondisi Wisata
Menanggapi kondisi ini, Ketua Komisi B DPRD Bantul, Arif Haryanto, bersuara lugas. Ia menilai target Rp49 miliar sulit untuk dikejar pada tahun ini. Prediksi realistiknya, capaian hanya akan berada di kisaran kurang dari Rp30 miliar, setara dengan realisasi tahun sebelumnya.
Arif juga menyoroti potensi kebocoran retribusi yang perlu diawasi dengan ketat. Banyak pengunjung yang mengaku hanya lewat atau tujuan akhirnya ke Gunungkidul, namun tetap menikmati fasilitas wisata di Bantul. Hal ini, jika dibiarkan, akan terus menggerus PAD.
Dari sisi eksekutif, Subkoordinator Promosi Kepariwisataan Dispar Bantul, Markus Purnomo Adi, menyebut penurunan daya beli masyarakat dan libur akhir tahun yang berdekatan dengan Ramadan sebagai faktor utama. Masyarakat diprediksi lebih memilih menabung untuk kebutuhan pokok.
Dampak Sosial di Balik Lesunya Kunjungan Wisata
Lesunya kunjungan wisata tentu berimbas pada denyut nadi ekonomi lokal. Para pelaku usaha, dari pedagang cenderamata hingga penginapan, merasakan langsung dampak dari sepinya pengunjung. Geliat ekonomi yang biasanya hidup di destinasi wisata ikut meredup.
Budaya study tour atau wisata edukasi yang dahulu rutin dilakukan sekolah-sekolah, ternyata memiliki andil besar. Hilangnya kunjungan rombongan pelajar ini bukan hanya soal angka, tapi juga memutus salah satu tradisi yang memperkenalkan wisata Bantul pada generasi muda.
Di balik semua tantangan, ada pelajaran berharga. Pola mass tourism yang mengandalkan kuantitas pengunjung mulai dipertanyakan. Muncullah wacana untuk beralih ke quality tourism, di mana wisata menawarkan pengalaman bermakna dan berkelanjutan bagi komunitas.
Harapan dan Strategi ke Depan untuk Pemulihan
Meski situasinya berat, harapan tidak pernah padam. Momen akhir tahun dinantikan sebagai momentum untuk meningkatkan kunjungan. Pembukaan penuh Jembatan Pandansimo pada pertengahan Oktober juga diharapkan bisa menjadi pemantik baru bagi arus wisatawan.
DPRD mendorong Dinas Pariwisata untuk lebih gencar mempromosikan potensi kawasan lain yang masih kurang tergarap. Diversifikasi destinasi diharapkan dapat membuka pasar wisatawan baru dan mengurangi ketergantungan pada beberapa spot wisata utama saja.
Pergeseran menuju quality tourism menjadi kata kunci. Pola ini diharapkan mampu menciptakan pariwisata yang tidak hanya mengejar jumlah kunjungan, tetapi juga nilai tambah dan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Bantul, membangun ekosistem yang lebih sehat.





